Daftar Isi

Followers

Wednesday, August 18, 2010

gatau BACA AJA

Kumaha kabar kang? Berak Lancar?
Apa reaksi anda kalau lama tak bertemu seorang teman lalu tiba-tiba disodori pertanyaan semacam itu?
Rasanya reaksi anda pasti tidak jauh berbeda dengan saya.
Meski tentu saja jawaban masing-masing bisa sangat bervariasi.
Mulai dari sekadar tersipu dan berucap, “Ah, situ ada-ada aje..”, memaki “Sialan loe”, atau mungkin mengeluh, “Udah bechyek, Nggak ada ojhyek…” :D
Tapi umumnya kita bisa menangkap aroma canda dalam sapaan itu sangat jelas terasa, sehingga tentu kita akan mengartikannya sebagai pertanyaan canda yang tak serius.
Hanya karena saya terlalu meyakini kemerdekaan adalah hak setiap bangsa saja, maka saya menjawabnya dengan sedikit protes,
“Euleuh.. orang mah nanya, gimana kabarnya, sehat? rejeki lancar? Kok, ini mah segala berak ditanyain…”
Yang diprotes, tersenyum simpul.
“Keun batur mah.. Mun saya mah nanya-na berak we”
(Biar orang lain sih, kalau saya sih bertanya-nya soal berak saja)
Menyusul ia menguraikan,
“Lha, pan kalau berak lancar, berarti -alhamdulillah- masuknya (makan) juga lancar.. Kalau masuknya lancar, berarti biar sedikit, masih dikasih rejeki. Dan kalau berak masih lancar mah, insya Alloh berarti masih sehat.. Bukan begitu kang?”
Mendengar penjelasannya, mau nggak mau saya manggut-manggut sambil ikut tersenyum.
Tapi meski demikian, tak urung pertanyaan berikutnya membuat saya hampir terjengkang.
“Teras kumaha… Duguh Lancar?”
Duguh” itu istilah dalam bahasa percakapan kami yang berarti hubungan suami istri di atas ranjang.Sebenarnya istilah “duguh” tidak mutlak bermakna “hubungan ranjang”, karena istilah yang sama juga digunakan untuk ungkapan yang berurusan dengan gebuk-menggebuk. Misalnya kalau ada copet atau anak petakilan, frasa “Nge-duguhin copet” atau “duguhin aja” bukan berarti “meniduri copet” atau “tiduri aja”. Kecuali tentu saja kalau copetnya lagi kehujanan dan nggak ada ojek.. :p
Istilah “duguh” ini agaknya similar dengan istilah “tiban” yang biasa digunakan anak Jakarta. “Bini gue ditiban tetangga” artinya akan berbeda dengan ajakan “tiban aja tuh anak belagu”
Tapi karena sudah dikasih intro sebelumnya, maka saya coba menebak-nebak, arah pertanyaannya.
“Maksudnya, istri saya sehat gitu?”
Ia menjawab sambil nyengir lebar.
“Lain saukur sehat kang..
Mun duguh lancar, insya Alloh berarti hubungan si akang jeung si teteh masih keneh harmonis. Pasea mah, namina rumah tangga, eta biasa.. Urusan anak, urusan pagawean, duit komo, naon we..
Tapi nu penting, si akang teu nyandung, si teteh teu make selingkuh… ”
“Bukan hanya artinya sehat kang, kalau hubungan ranjang lancar, Insya Allah berarti rumah tangga masih harmonis. Bertengkar sih dalam rumah tangga biasa. Urusan anak, pekerjaan, apalagi keuangan, apa saja (bisa jadi alasan bertengkar). Tapi yang penting suami tidak sampai kawin lagi, dan istri juga tidak selingkuh..”
* * *
Terus terang, saya suka dengan filosofi yang diungkapkannya. Meski diungkapkan dengan kata-kata yang terkesan kasar dan sembarangan, tapi kesederhanaannya membuat hidup seperti begitu ringan.
Sebetulnya saat itu, kondisi saya pribadi sedang tidak terlalu baik. Di akhir 2007 bisnis saya berantakan dengan sukses. Musibah demi musibah yang melanda saya dan dua rekan yang mengelola usaha itu membuat kemampuan permodalan untuk mempertahankan usaha menjadi tidak sekokoh yang kami angankan. Dan karena investasi memang bersumber dari pinjaman, tentu saja tutupnya usaha kemudian menimbulkan beban hutang.
Kemudian persoalan masih belum behenti dengan berakhirnya tahun. Tepat awal tahun, adik istri saya yang terkecil (adik kami ini down syndrom), divonis harus menjalani operasi akibat ada semacam kelainan pertumbuhan jaringan di telinga yang dikhawatirkan akan menjalar ke otak. Operasi pengangkatan, menurut dokternya hanya operasi kecil, tetapi ternyata juga menelan biaya yang bagi kami terasa begitu besar.
Dan puncaknya, tentu saja musibah kecelakan motor yang menyebabkan saya harus istirahat panjang. Bukan lagi bisa nyari duit, malah harus ngabisin duit.
Dalam kondisi demikian pesan kesederhanaan yang disampaikan melalui ungkapan “berak lancar” terasa menyengat ujung hidung saya.
* * *
Memang bagi sebagian orang, kesederhanaan itu mungkin terasa terlalu naif. Bahkan yang ekstrim bisa berpendapat, kesederhanaan itu memang lahir dari orang-orang kalah. Yang hidupnya turun temurun memang nggak maju-maju, sehingga hanya memandang hidup dari segi makan, tidur, nongkrong di wc, dan urusan menggoyang ranjang.
Bagi banyak dari kita, hidup tentu bukan hanya melulu soal makan, tidur, berak dan senggama. Ada aspek kerja dan karya yang menjadi elemen penting. Kerja dan karya yang kemudian akan berasosiasi lekat dengan karir, peningkatan hidup, dan pula akan berimbas pada aspek-aspek sosialisasi, seberapa kita bisa tampil dalam kancah masyarakat, dan mengaktualisasikan diri.
Tidak ada yang salah dengan menempatkan elemen-elemen itu sebagai bagian penting dalam hidup kita.
Tetapi seringkali mendudukan elemen itu sebagai patokan utama, kemudian menyebabkan kekecewaan besar ketika kita tak mampu mencapai apa yang kita inginkan.
Akibatnya hidup terasa begitu melelahkan karena karir nggak maju-maju, jabatan nggak naik-naik, penghasilan nggak nambah-nambah, akibatnya pengen punya mobil tak kunjung terbeli, pengen bangun rumah nggak jadi-jadi, pelesir ke disneyland batal terus, jodoh nggak mampir-mampir, teman ngak nambah-nambah, nggak pernah bikin karya yang spektakuler, yang membuat kita merasa seperti nggak pernah bisa jadi “something” dan selalu jadi “nothing”.
* * *
Saat seperti itu, kita mudah tergelincir untuk melupakan bahwa dalam hal-hal yang mendasar : makan, berak, kesehatan dan hubungan dalam keluarga, kita masih diberkahi banyak kenikmatan.
Dan bukan hanya itu, seringkali malah kekecewaan dan melupakan berkah malah menyebabkan hal-hal mendasar itu juga menjadi raib keberkahannya. Akibatnya, jadi susah makan, susah tidur, susah berak, dan hubungan keluarga juga jadi tak harmonis.
Anda mungkin tidak setuju dengan pendapat itu.
Karena memang kerja, karya, sosialisasi dan aktualisasi diri menjadi kebutuhan yang semakin penting dalam budaya kemasyarakatan modern sekarang ini, dan posisi “berak lancar” menjadi semakin terpinggirkan sebagai bagian yang tak penting untuk disyukuri.
Tapi saya harap anda setuju sajalah, sebelum anda kena sembelit menahun. :p
Jadi bagaimana kabar anda?
Berak Lancar?

0 comments:

Post a Comment

Anda boleh copas. asal sertakan link back ke blog ini Terimakasih.

ANDA WAJIB KOMENTAR :D !!
jika anda Tidak Punya Akun Apapun, Anda Bisa Menggunakan ANONIMOUS

Total Pageviews

Visitor

free counters Flag Counter and Map visitor
free counters